Berkowitz (2002) mengatakan bahwa karakter adalah karakteristik pribadi yang membimbing seseorang untuk melakukan hal yang benar dalam suatu situasi yang memberikan kesempatan untuk tidak melakukan hal yang benar. Ryan dan Bohlin (1999) medefinisikan karakter yang baik seperti mengetahui kebaikan, mencintai kebaikan, dan melakukan kebaikan. Wiley (1998) berpendapat bahwa karakter adalah suatu dorongan dari dalam yang dapat dipercaya untuk bertindak dengan moral yang baik, mempunyai kualitas seperti kejujuran dan integritas.
Kejujuran (honesty) adalah salah satu karakter mulia yang seharusnya dimiliki oleh seseorang. karena merupakan bagian dari nilai-nilai kehidupan  dari bangsa manapun di dunia. Karakter ini juga merupakan fitrah yang diberikan Sang Pencipta kepada manusia dan dapat kita saksikan pada anak-anak kecil yang masih polos yang tidak akan berbohong dalam mengemukanan sesuatu dan akan mengemukakan apa yang dialami atau dilihatnya apa adanya secara jujur. Menurut Piaget, anak pada tahap ini disebut tahap realisme moral. Di dalam tahap ini anak-anak cenderung memiliki perasaan dan pengertian yang bersih, dan mereka percaya bahwa pada umumnya jawaban atas nya benar dalam setiap situasi. Mereka cenderung mempercayai orang dewasa pada tahap ini dan tidak mempertanyakan satu penilaian moral orang dewasa. Pada tahap ini, anak-anak cenderung untuk percaya akan moral absolut dan cenderung untuk hanya melihat suatu situasi dari perspektif mereka sendiri. Jika ada seorang anak yang masih polos tetapi melakukan ketidak jujuran dapat dipastikan bukan faktor dari dalam (internal) anak, tetapi berasal dari faktor luar ( external) yaitu lingkungannya. Contohnya adalah seorang anak diminta ibunya untuk mengatakan tidak ada di rumah padahal ia ada dirumah, ketika si anak ditanya dimana ibumu, ia akan mengatakan saya tadi dipesan ibu  tidak ada di rumah. Jadi si anak sebenarnya tetap jujur dengan apa yang dikatakannya. Oleh karena itu karakter seseorang adalah dibentuk dan bukan dilahirkan, karena pada dasarnya manusia dilahirkan dengan membawa potensi karakter yang bersih, menjadi baik atau buruk bergantung bagaimana lingkungan membentuknya.

Tujuan pendidikan karakter bangsa di sekolah adalah: 1) Mengembangkan potensi kalbu/nurani/afektif peserta didik sebagai manusia dan warganegara yang memiliki nilai-nilai budaya dan karakter bangsa, 2) Mengembangkan kebiasaan dan perilaku peserta didik yang terpuji dan sejalan dengan nilai-nilai universal dan tradisi budaya bangsa yang religius, 3) Menanamkan jiwa kepemimpinan dan tanggungjawab peserta didik sebagai generasi penerus bangsa, 4) Mengembangkan kemampuan peserta didik menjadi manusia yang mandiri, kreatif, berwawasan kebangsaan, 5) Mengembangkan lingkungan kehidupan sekolah sebagai lingkungan belajar yang aman, jujur, penuh kreativitas dan persahabatan, serta dengan rasa kebangsaan yang tinggi dan penuh kekuatan (dignity). Menurut Ki Hajar Dewantara: “Pendidikan adalah daya upaya untuk memajukan bertumbuhnya budi pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran (intellect) dan tubuh anak. Bagian-bagian itu tidak boleh dipisahkan agar kita dapat memajukan kesempurnaan hidup anak-anak kita”. Berdasarkan pandangan tersebut, maka pendidikan karakter merupakan bagian integral yang sangat penting dari pendidikan kita. Jadi sangatlah ironis jika terjadi persekongkolan terorganisir yang dilakukan para penyelenggara pendidikan untuk melakukan kecurangan dalam pelaksanaan ujian nasional (UN) di sekolah. Namun hal tersebut benar-benar terjadi dalam kasus nyontek massal di Surabaya seperti berita berikut ini:

REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA - Praktik curang dalam Ujian Nasional (UN) tingkat Sekolah Dasar (SD) berhasil ditemukan di SDN Gadel 2 Kota Surabaya. Praktik curang tersebut terbukti dilakukan dengan perencanaan lantaran adanya gladi resik sebelum ujian. Kepala Sekolah dan guru wali kelas pun terancam dipecat.
Bukti perencanaan praktik curang dalam UN tersebut ditemukan oleh tim independen yang dibentuk Pemerintah Kota Surabaya untuk menelusuri kecurangan selama UN. Tim tersebut meminta keterangan dari seorang siswa berinisial AI yang ditengarai telah memberikan contekan kepada seluruh peserta UN dari sekolahnya lantaran disuruh guru wali kelas.
“Dari keterangan AI, sore hari saat jam tambahan di sekolah sebelum hari H ada gladi resik mencontek. AI terpaksa memberikan contekan itu kepada teman-temannya, “ ungkap anggota tim dari akademisi Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Daniel M Rosyid, Ahad (5/6).
Daniel mengungkapkan AI telah dipaksa memberikan contekan. Pemaksaan tersebut dilakukan guru dengan menyatakan memberi contekan sebagai upaya membalas budi bagi guru. “Guru saya yang menyuruh memberikan contekan. Sebelum UN, dia bilang kapan lagi saya bisa membalas budi para guru dan apa saya tidak kasihan kalau teman yang lain tidak lulus, “ ujar AI yang ditirukan Daniel.
Selain itu, tim yang terdiri dari akademisi, Dewan Pendidikan Jatim, dan praktisi hukum tersebut menemukan adanya praktik intimidasi (bullying) terhadap AI dari guru serta sesama teman. Sebelumnya, orang tua AI melaporkan adanya praktik kecurangan tersebut ke Dinas Pendidikan Kota Surabaya. Karena itu, tim tersebut merekomendasikan agar keluarga AI dilindungi pihak kepolisian.
Anggota tim idependen lainnya, Kresnayana Yahya mengatakan praktik kecurangan tersebut terjadi lantaran ada masalah dalam komunikasi. Ujian nasional telah menciptakan tekanan kepada para siswa sehingga mereka merasa ketakutan menolak perintah guru. “Ujian Nasional menciptakan pressure buat siswa dan sekolah, “ ujarnya.

SURABAYA, KOMPAS.com - Kepala sekolah, wali kelas, dan oknum guru F di SDN Gadel 2, Tandes, Surabaya, terancam mendapatkan sanksi administratif  akibat kasus praktik contek massal saat ujian nasional 2011 tingkat SD.
"Kami merekomendasikan ujian nasional di SDN 2 Gadel tidak perlu diulang agar tidak merugikan murid dan orangtua. Namun, Kepala Sekolah sekaligus wali kelas dan guru F perlu mendapatkan sanksi administratif," kata anggota Tim Independen Pemerintah Kota Surabaya, Prof Daniel M Rosyid, di Surabaya, Minggu (5/6/2011).
Kasus itu terungkap setelah orangtua siswa SD Gadel, Ny S, melapor ke Dinas Pendidikan Kota Surabaya terkait anaknya, AL, yang dipaksa gurunya untuk memasok bahan contekan untuk siswa di tiga kelas pada SD tersebut.
Bahkan, tiga bulan sebelum pelaksanaan UN, AL sudah didoktrin gurunya agar patuh memberi contekan dengan alasan membantu teman dan membalas budi guru.
Hal itu dilakukan karena dari hasil try out diketahui bahwa 25 persen dari 60 siswa kelas VI di sekolah itu kemungkinan tidak lulus.
Dalam laporan itu, Ny S menyesalkan tindakan sekolah yang mengajari anaknya untuk tidak jujur, padahal dia sudah bersusah payah mengajari anaknya untuk jujur dan sudah bekerja keras untuk menyekolahkan anaknya.
Namun, AL dikabarkan tidak ikhlas dengan "perintah" gurunya. Oleh karena itu, ia terpaksa melakukannya dengan cara tidak sepenuhnya mengikuti "perintah" tersebut.

Kasus nyontek massal yang terjadi pada satu sekolah dasar di Surabaya tersebut merupakan potret buramnya pendidikan karakter di Indonesia. Betapa tidak, dengan dalih meningkatkan nilai UN (prestasi semu) semua unsur penyelenggara pendidikan mulai guru, wali kelas, kepala sekolah, dan komite sekolah bersekongkol untuk membenarkan nyontek massal pada para siswa, yang tentu disadari atau tidak telah membuat hancur karakter yang dimiliki siswa-siswa tersebut. Lebih parahnya lagi lembaga-lembaga di atasnya tutup mata atau “melindungi” terhadap ketidak jujuran tersebut. Kasus ini menjadi besar karena keberanian orang tua siswa untuk malaporkan nyontek massal yang dilakukan secara terencana dan sistematis tersebut. Namun sangat tragis nasib yang dialami orang tua siswa pelapor kecurangan tersebut karena berakibat masyarakat marah dan memusuhinya sehingga ia harus mengungsi dari rumahnya sendiri karena keamanan keluarganya menjadi terancam. Alangkah mahalnya kejujuran di negeri ini!

Keputusan walikota Surabaya dengan mencopot kepala sekolah yang bersangkutan dan menurunkan pangkat wali kelas dan guru yang terlibat adalah kebijakan yang tepat. Dengan keputusan tersebut setidaknya menyadarkan semua pihak terutama kepala sekolah, wali kelas, dan guru untuk tidak melakukan tindakan yang tidak terpuji tersebut. Namun bagaimana dengan tindakan masyarakat yang memusuhi keluarga pelapor kecurangan tersebut? Kejadian tersebut seakan-akan menjadi pembenar adanya perbuatan curang atau tidak jujur, sehingga yang melaporkan kecurangan harus dimusuhi atau dilawan. Kenyataan ini menunjukkan bahwa masyarakat kita sedang sakit! Masyarakat tampaknya sudah tercemari dengan tontonan sehari-hari di media massa dimana pejabat dan politisi korup dilindungi sehingga bebas sementara para pelapor korup tersebut justeru dihukum dan dipenjara. Kejadian tersebut dapat menjadi trauma di masyarakat sehingga lebih mendiamkan kecurangan dari pada jujur tapi hancur.

Permasalahan yang lebih serius adalah dampak yang ditimbulkan kejadian tersebut terhadap siswa-siswa yang terlibat. Bagi siswa pelapor yang merupakan siswa pandai di sekolah tersebut akan menumbuhkan trauma yang sangat mendalam yang akan diingat seumur hidupnya sehingga dapat menurunkan keberaniannya untuk mengatakan yang benar itu benar dan yang salah itu salah. Sementara bagi siswa teman-temannya yang mendapatkan contekan dapat mengakibatkan hilangnya sportifitas karena menganggap untuk mencapai prestasi boleh melakukan perbuatan curang.

Kejadian di atas merupakan satu kejadian saja dan disinyalir masih banyak kejadian lain yang serupa tetapi tidak terungkap karena diredam dan disembunyikan. Kejadian tersebut telah mengundang keprihatinan kita semua, karena menunjukkan potret buramnya karakter yang dimiliki bangsa ini khususnya tentang kejujuran. Tentu tidaklah elok jika kita mencari kambing hitam siapa yang paling bertanggung jawab atas kejadian tersebut. Sangatlah bijak jika semua lembaga yang terkait dengan dunia pendidikan mencari penyelesaian terbaik dalam kasus ini dengan melakukan refleksi diri dan mencari cara-cara efektif dalam penyelenggaraan pendidikan. Oleh karena itu semua pihak terutama para penyelenggara pendidikan perlu menyadari dan berusaha keras untuk memberikan model-model karakter mulia dengan mempertontonkan kepada masyarakat kebiasaan perilaku mulia termasuk kejujuran dan bukan perilaku sebaliknya, sehingga dapat menjadi panutan bagi masyarakat luas.



Leave a Reply.

    Author

    Artikel  populer diambil dari berbagai sumber di internet. Mas Guru mohon maaf jika lupa mencantumkan sumber artikel secara detail.

    Categories

    All
    Bakal Kehidupan
    Dugaan Ada Laut Di Pluto
    Gerhana Bulan
    Meningkatkan Ketajaman Otak
    Nyontek .....
    Pendidikan Karakter
    Stereogram